Selamat datang di Blog saya yang sederhana ini... berusahalah mencari dunia namun jangan melupakan yang menciptakan Dunia...

Rabu, 30 Desember 2009

Asuhan Persalinan Normal

. Rabu, 30 Desember 2009

Pendahuluan
Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak negara berkembang, yaitu :
1. Perdarahan pasca persalinan
2. Eklampsia
3. Sepsis
4. Keguguran
5. Hipotermia
Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu :
1. Hipotermia
2. Asfiksia
Fokus asuhan kesehatan ibu selama 2 dasawarsa terakhir, yaitu :
1. Keluarga berencana
2. Asuhan antenatal terfokus
3. Asuhan pasca keguguran
4. Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan komplikasi
5. Penatalaksanaan komplikasi
Asuhan antenatal terfokus bertujuan :
1. Mempersiapkan kelahiran
2. Mengetahui tanda-tanda bahaya
3. Memastikan kesiapan menghadapi komplikasi kehamilan
Fokus utama asuhan persalinan normal telah mengalami pergeseran paradigma. Dulu fokus utamanya adalah menunggu dan menangani komplikasi namun sekarang fokus utamanya adalah mencegah terjadinya komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.
Contoh pergeseran paradigma asuhan persalinan normal, yaitu :
1. Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atoni uteri.
2. Menjadikan laserasi / episiotomi sebagai tindakan tidak rutin.
3. Mencegah terjadinya retensio plasenta.
4. Mencegah partus lama.
5. Mencegah asfiksia bayi baru lahir.
Upaya preventif terhadap perdarahan pasca persalinan berupa :
1. Manipulasi seminimal mungkin.
2. Penatalaksanaan aktif kala III.
3. Mengamati dan melihat kontraksi uterus pasca persalinan.
Pencegahan retensio plasenta dengan cara mempercepat proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Upaya ini disebut juga penatalaksanaan aktif kala III.
Upaya mencegah partus lama berupa :
1. Menggunakan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janinnya serta kemajuan proses persalinan.
2. Mengharapkan dukungan suami dan kerabat ibu.
Upaya mencegah asfiksia bayi baru lahir secara berurutan, yaitu :
1. Membersihkan mulut dan jalan napas sesaat setelah ekspulsi kepala.
2. Menghisap lendir secara benar.
3. Segera mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi.
Tujuan asuhan persalinan normal yaitu mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat optimal.
Praktek-praktek pencegahan yang akan dijelaskan pada asuhan persalinan normal meliputi :
1. Mencegah infeksi secara konsisten dan sistematis.
2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan partograf.
3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pasca persalinan dan nifas.
4. Menyiapkan rujukan ibu bersalin atau bayinya.
5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya.
6. Penatalaksanaan aktif kala III secara rutin.
7. Mengasuh bayi baru lahir.
8. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayinya.
9. Mengajarkan ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas pada ibu dan bayinya.
10. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
11. Membuat Keputusan Klinik
Ada 5 dasar asuhan persalinan yang bersih dan aman, yaitu :
A. Membuat keputusan klinik
B. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
C. Pencegahan infeksi
D. Pencatatan (rekam medis)
E. Rujukan


A. Membuat Keputusan Klinik
Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan digunakan untuk merencanakan arahan bagi ibu dan bayi baru lahir.
Ada 4 langkah proses pengambilan keputusan klinik, yaitu :
1. Pengumpulan Data
a. Data subjektif
b. Data objektif
2. Diagnosis
3. Penatalaksanaan asuhan atau perawatan
a. Membuat rencana
b. Melaksanakan rencana
4. Evaluasi

1. Pengumpulan Data
Penolong persalinan mengumpulkan data subjektif dan data objektif dari klien. Data subjektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakan, apa yang sedang dialami dan apa yang telah dialami, termasuk informasi tambahan dari anggota keluarga tentang status ibu. Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan / pengantar terhadap ibu atau bayi baru lahir.
Cara mengumpulkan data, yaitu :
1) Berbicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibu dan riwayat perjalanan penyakit.
2) Mengamati tingkah laku ibu apakah terlihat sehat atau sakit, nyaman atau terganggu (kesakitan).
3) Melakukan pemeriksaan fisik.
4) Melakukan pemeriksaan tambahan lainnya bila perlu, misalnya pemeriksaan laboratorium.
2. Diagnosis
Membuat diagnosa secara tepat dan cepat setelah data dikumpulkan dan dianalisa. Pencarian dan pengumpulan data untuk diagnosis merupakan proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung secara terus-menerus bukan proses linier (berada pada satu garis lurus).
Diagnosis terdiri atas diagnosis kerja dan diagnosis defenitif. Diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan temuan yang diperoleh secara terus-menerus. Setelah dihasilkan diagnosis defenitif barulah bidan dapat merencanakan penataksanaan kasus secara tepat.
Untuk membuat diagnosa :
1) Pastikan bahwa data-data yang ada dapat mendukung diagnosa.
2) Mengantisipasi masalah atau penyulit yang mungkin terjadi setelah diagnosis defenitif dibuat.
3) Memperhatikan kemungkinan sejumlah diagnosa banding atau diagnosa ganda.
3. Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan
Rencana penatalaksanaan asuhan dan perawatan disusun setelah data terkumpul dan diagnosis defenitif ditegakkan. Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut tepat waktu dan mengacu pada keselamatan klien.
Pilihan intervensi efektif dipengaruhi oleh :
1) Bukti-bukti klinik
2) Keinginan dan kepercayaan ibu
3) Tempat dan waktu asuhan
4) Perlengkapan, bahan dan obat-obatan yang tersedia
5) Biaya yang diperlukan
6) Tingkat keterampilan dan pengalaman penolong persalinan
7) Akses, transportasi, dan jarak ke tempat rujukan
8) Sistem dan sumber daya yang mendukung ibu (suami, anggota keluarga, sahabat).
4. Evaluasi
Penatalaksanaan yang telah dikerjakan harus dievaluasi untuk menilai tingkat efektivitasnya. Tentukan apakah perlu dikaji ulang atau diteruskan sesuai dengan kebutuhan saat itu atau kemajuan pengobatan.
Jadi proses pengumpulan data, membuat diagnosa, penatalaksanaan intervensi atau tindakan dan evaluasi merupakan proses sirkuler (melingkar) yang saling berhubungan.
B. Asuhan Sayang Ibu dan Bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasarnya adalah mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Perhatian dan dukungan kepada ibu selama proses persalinan akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih baik. Juga mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, cunam dan seksio sesar) dan persalinan akan berlangsung lebih cepat.
Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan :
1. Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya sesuai martabatnya.
2. Menjelaskan asuhan dan perawatan yang akan diberikan pada ibu sebelum memulai asuhan tersebut.
3. Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
4. Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau kuatir.
5. Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
6. Memberikan dukungan, membesarkan hatinya dan menenteramkan perasaan ibu beserta anggota keluarga yang lain.
7. Menganjurkan ibu untuk ditemani suaminya dan/atau anggota keluarga yang lain selama persalinan dan kelahiran bayinya.
8. Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya.
9. Melakukan pencegahan infeksi yang baik secara konsisten.
10. Menghargai privasi ibu.
11. Menganjurkan ibu untuk mencoba berbagai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
12. Menganjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila ia menginginkannya.
13. Menghargai dan membolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak memberi pengaruh yang merugikan.
14. Menghindari tindakan berlebihan dan mungkin membahayakan (episiotomi, pencukuran, dan klisma).
15. Menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.
16. Membantu memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama setelah kelahiran bayi.
17. Menyiapkan rencana rujukan (bila perlu).
18. Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik, bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan. Siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi.
Asuhan sayang ibu pada masa post partum :
1. Menganjurkan ibu untuk selalu berdekatan dengan bayinya (rawat gabung).
2. Membantu ibu untuk mulai membiasakan menyusui dan menganjurkan pemberian ASI sesuai permintaan.
3. Mengajarkan ibu dan keluarganya mengenai nutrisi dan istirahat yang cukup setelah melahirkan.
4. Menganjurkan suami dan anggota keluarganya untuk memeluk bayi dan mensyukuri kelahiran bayinya.
5. Mengajarkan ibu dan anggota-anggota keluarganya tentang bahaya dan tanda-tanda bahaya yang dapat diamati dan anjurkan mereka untuk mencari pertolongan jika terdapat masalah atau kekhawatiran.
C. Pencatatan Rekam Medik
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayinya. Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap tidak pernah melakukan asuhan tersebut. Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus-menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosa serta membuat rencana asuhan atau perawatan bagi ibu dan bayinya. Partograf merupakan bagian terpenting dari proses pencatatan selama persalinan.
Pencatatan rutin adalah penting karena :
1. Dapat digunakan sebagai alat bantu untuk membuat keputusan klinik dan mengevaluasi apakah asuhan atau perawatan sudah sesuai dan efektif, untuk mengidentifikasi kesenjangan pada asuhan yang diberikan dan untuk membuat perubahan dan peningkatan rencana asuhan atau perawatan.
2. Dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan dalam proses membuat keputusan klinik, sedangkan sebagai metode keperawatan, informasi ini harus dapat diberikan atau diteruskan kepada tenaga kesehatan lainnya.
3. Merupakan catatan permanen tentang asuhan, perawatan dan obat yang diberikan.
4. Dapat dibagikan diantara para penolong kelahiran. Hal ini penting jika memerlukan rujukan dimana lebih dari satu penolong kelahiran memberikan asuhan pada ibu dan bayi baru lahir.
5. Dapat mempermudah kelangsungan asuhan dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya, dari satu penolong persalinan kepada penolong persalinan lain atau dari seorang penolong persalinan ke fasilitas kesehatan lainnya. Melalui pencatatan rutin, penolong persalinan mendapatkan informasi yang relevan dari setiap ibu atau bayi baru lahir yang diasuhnya.
6. Dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus.
7. Diperlukan untuk memberi masukan data statistik sebagai catatan nasional dan daerah, termasuk catatan kematian dan kesakitan ibu / bayi baru lahir.
Aspek-aspek penting dalam pencatatan :
1. Tanggal dan waktu asuhan tersebut diberikan
2. Identifikasi penolong persalinan
3. Paraf atau tandatangan (dari penolong persalinan) pada semua catatan
4. Mencakup informasi yang berkaitan secara tepat, dicatat dengan jelas dan dapat dibaca
5. Ketersediaan sistem penyimpanan catatan atau data pasien
6. Kerahasiaan dokumen-dokumen medis
Ibu harus diberikan salinan catatan medik (catatan klinik antenatal, dokumen-dokumen rujukan, dll) beserta panduan yang jelas mengenai :
- Maksud dari dokumen-dokumen tersebut
- Kapan harus dibawa
- Kepada siapa harus diberikan
- Bagaimana cara penyimpanan yang aman di rrumah atau selama perjalanan ke tempat rujukan.
D. Rujukan
Meskipun sebagian besar ibu menjalani persalinan normal namun sekitar 10-15 % diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Sangatlah sulit menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika penyulit terjadi. Setiap tenaga penolong / fasilitas pelayanan harus mengetahui lokasi fasilitas tujukan terdekat yang mampu melayani kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir, seperti :
o Pembedahan termasuk bedah sesar.
o Transfusi darah.
o Persalinan menggunakan ekstraksi vakum daan cunam.
o Antibiotik IV.
o Resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lannjutan bagi bayi baru lahir.
Informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak yang ditempuh ke tempat rujukan merupakan hal penting yang harus diketahui oleh klien dan penolong persalinan. Jika terjadi penyulit, upaya rujukan melalui alur yang tepat dan waktu yang singkat. Jika ibu dan bayi baru lahir mengalami penyulit dan dirujuk ke tempat yang tidak sesuai, mereka akan kehilangan banyak waktu yang berharga dan kesempatan terbaik untuk menyelamatkan jika mereka.
Pada saat kunjungan antenatal, jelaskan bahwa petugas kesehatan, klien dan suami akan selalu berupaya untuk mendapatkan pertolongan terbaik, termasuk kemungkinan rujukan setiap ibu hamil apabila terjadi penyulit. Pada saat terjadi penyulit seringkali tidak cukup waktu untuk membuat rencana rujukan sehingga keterlambatan dalam membuat keputusan dapat membahayakan jiwa klien. Anjurkan ibu untuk membahas rujukan dan membuat rencana rujukan bersama suami dan keluarganya serta tawarkan untuk berbicara dengan suami dan keluarganya untuk menjelaskan antisipasi rencana rujukan.
Masukkan persiapan-persiapan dan informasi berikut ke dalam rencana rujukan :
- Siapa yang akan menemani ibu dan bayi barru lahir.
- Tempat-tempat rujukan mana yang lebih dissukai ibu dan keluarga. (Jika ada lebih dari satu kemungkinan tempat rujukan, pilih tempat rujukan yang paling sesuai berdasarkan jenis asuhan yang diperlukan).
- Sarana transportasi yang akan digunakan ddan siapa yang akan mengenderainya. Ingat bahwa transportasi harus tersedia segera, baik siang maupun malam.
- Orang yang ditunjuk menjadi donor darah, jika transpusi darah diperlukan.
- Uang yang disisihkan untuk asuhan medis, transportasi, obat-obatan dan bahan-bahan.
- Siapa yang akan tinggal dan menemani anak-anak yang lain pada saat ibu tidak di rumah.
Kaji ulang tentang keperluan dan tujuan upaya rujukan pada ibu dan keluarganya. Kesempatan ini harus dilakukan selama ibu melakukan kunjungan asuhan antenatal atau pada saat awal persalinan, jika memungkinkan. Jika ibu belum membuat rencana selama kehamilannya, penting untuk mendiskusikan rencana rujukan dengan ibu dan keluarganya pada saat-saat awal persalinan. Jika kemudian timbul masalah pada saat persalinan dan rencana rujukan belum dibicarakan maka seringkali sulit untuk membuat persiapan-persiapan dengan cepat. Rujukan tepat waktu merupakan unggulan asuhan sayang ibu dalam mendukung keselamatan ibu.
Hal-hal yang penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu :
1. Bidan
Pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompoten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksana kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
2. Alat
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, dll) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan.
3. Keluarga
Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan/atau bayi dan mengapa ibu dan/atau bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan/atau bayi baru lahir ke tempat rujukan.
4. Surat
Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan/atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan.
5. Obat
Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obat-obatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan
6. Kendaraan
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat.
7. Uang
Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan/atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.

Bidan (Motor Penggerak Yang Langka di Desa)
Bidan diletakkan di garda depan pelayanan kesehatan dasar untuk menurunkan angka kematian ibu. Peran yang sedemikian strategis tidak dibarengi dengan adanya bidan di semua desa. Suandriyani yang akrab dipanggil Aan (31 ta¬hun), bidan di daerah Pe¬gantenan Madura, se¬tiap harinya disibukkan dengan melayani ibu ha¬mil atau balita yang memiliki berbagai ke¬luhan dari batuk sampai mencret. Ada periode tertentu ia sedikit ‘stres’ tatkala menangani persalinan yang mengalami gangguan. Jika begitu, dan ia tidak bisa menanganinya, maka ia pun bersiap-siap un¬tuk memindahkan pasien. “Kalau ada kesulitan, maka dirujuk ke RSUD,” ujar¬nya dalam perbincangan dengan Farmacia. Untunglah, tidak sulit mencari alat transportasi. Dengan sistem kekeluargaan yang kuat, maka ia atau keluarga ibu yang hendak melahirkan dengan mudah mencari pinjaman penduduk yang memi¬liki kendaraan. Hari-hari lain, ia sibuk men¬data ibu hamil trimester pertama agar kehamilannya tetap dipantau hingga masa persalinan yang tertangani dengan baik. Dan meski kegiatan-kegiatan tersebut menyita waktu dan perhatian, ia meng¬aku sangat menikmatinya.
Aan, mungkin tidak menyadari, rutinitas yang dijalaninya sangat berpengaruh terhadap angka kematian ibu di Indo¬ne¬sia. Dan beban untuk menurunkan angka kematian ibu ini, salah satunya, bahkan yang paling depan, memang terletak pa¬da bidan. Perannya strategis sebagai mi¬tra perempuan yang memberikan dukung¬an saat kehamilan, saat ataupun pasca kelahiran, dan bayi yang baru lahir. Dan Aan adalah satu di antara ribuan bidan de¬sa yang terserak di negeri ini. Program desa siaga yang digulirkan pemerintah juga menempatkan bidan pa¬da posisi yang penting. “Bidan desa di¬perlukan sebagai motor penggerak desa siaga,” ujar Dra. Harni Koesno, MKM, Ke¬tua Umum PP Ikatan Bidan Indonesia.
Sayangnya, dengan peran bidan yang besar tersebut, ternyata tidak semua de¬sa terisi bidan. “Dari sekitar 69.957 de¬sa di Indonesia hanya ada sekitar 30.236 bidan di desa,” ujar Harni. Pem¬beritaan di berbagai media pun me¬nga¬barkan sejumlah de-sa yang mengeluhkan tidak adanya tenaga kesehatan. Dae¬rah-daerah tersebut men¬de¬sak agar pemerintah menempatkan te-naga kesehatan, se¬perti bidan. Awalnya, sudah ada sekitar 54 ribu bi¬dan yang ditempatkan didesa sejak dilaksanakan program penempatan bidan di desa tahun 1989. Namun berangsur-ang¬sur pula, bidan berkurang hingga hampir setengahnya. Ada berbagai penyebab bi¬dan meninggalkan desa. “Ada yang me¬lan¬jutkan sekolah, menikah dan meng¬ikuti suami, atau mendapat pekerjaan di ko¬ta,” ujarnya.
“Selamat Tinggal, Desa” Desa, terutama de¬sa terpencil, nam¬pak¬¬nya be¬lum memberikan daya tarik yang cukup besar untuk mengundang te¬naga kesehat¬an. Dalam situs de¬sen¬trali¬sasi-ke¬sehatan diungkapkan berbagai fak¬tor yang mempe¬ngaruhi rendahnya mi¬nat bidan untuk bekerja di desa terpencil, ber¬dasarkan peneli¬tian So¬lihin da¬ri Dinas Ke¬se¬hatan Jam¬bi pada ta¬hun 2004. Fa¬si¬li¬tas trans¬¬portasi di desa khu¬¬¬susnya de¬¬sa terpencil masih menjadi pe¬nyebab ter¬kendalanya pelaksa¬na¬an program-program kesehatan yang dilaksa¬nakan oleh bidan. Pa¬da mu¬sim hujan ja¬lan menjadi le¬bih sulit untuk dilalui. Pa¬da¬hal me¬reka tidak dapat me¬nunda waktu pa¬sien untuk dirujuk ketika ada kasus darurat. Selain itu bidan juga dituntut mampu berperan sebagai tokoh atau pemuka ma¬syarakat selain peran utamanya dalam me¬lak¬sa¬na¬kan upaya-upaya kesehatan di desa yang menjadi wilayah kerja¬nya. Tang¬gung jawab ini dirasakan sangat be¬rat karena keterbatasan kemampuan da¬lam memecahkan perma¬sa¬lahan yang di¬ha¬dapi di desa terlalu jauh.
Faktor lain yang turut mempengaruhi rendahnya minat bidan bekerja di desa ter¬pen¬cil masih dalam pengamatan So¬li¬hin, adalah bangunan ru¬mah pe¬mon¬dok¬an bi¬dan desa masih kurang layak hu¬ni ka¬rena keterbatasan dana pem¬ba¬ngun¬an. Dindingnya ha¬nya ter¬buat dari papan dan ma¬¬sih dapat diintip. Lo¬ka¬sinya ter¬ka¬dang jauh dari masya¬ra¬kat bahkan ada yang ter¬¬letak di tepi kuburan dan di pinggir su¬ngai. Hal ini diter¬pa¬rah dengan kondisi sa¬ni¬tasi yang buruk. Ketidakpuasan bi¬dan terhadap perkembangan karir turut mempengaruhi pada akhirnya mereka heng¬kang dari desa.
Aan, mungkin salah satu dari sekian bi¬¬dan yang tidak merasakan kendala yang cukup berarti saat melaksanakan tu-gasnya. Cerita lain datang dari daerah yang masih berdekatan dengan Jakarta, yaitu Cianjur. Daerah selatan Cianjur ma¬sih memiliki kondisi geografis yang cukup sulit. “Untuk pertolongan persalinan, bi¬dan harus naik ojek beberapa jam agar sampai ke tempat persalinan,” ujar Tien Atang, Ketua IBI daerah Cianjur kepada Farmacia. Demikian pula jarak dari desa ke puskesmas yang cukup jauh. Saat ini, ada sekitar 60 desa yang tidak memiliki bidan. Pada akhirnya, 1 bidan harus meng-cover lebih dari satu desa.
Masyarakat juga kadang lebih memilih untuk melakukan persalinan di dukun ber¬anak. Apalagi di beberapa daerah, pela-yan¬an yang diberikan dukun beranak umumnya berupa ‘paket lengkap’. Si ibu me¬lahirkan akan dirawat, ditunggui, atau dimasakkan makanan, hingga masa 40 ha¬ri setelah melahirkan. Demikian juga ba¬yi yang dilahirkan selama masa tersebut akan dirawat.
Seorang bidan yang pernah ditempat¬kan sebagai bidan PTT di daerah Purwa¬kar¬ta, mengatakan ada hambatan lain yang menyebabkan bidan meninggalkan desa. “Bagaimana berinteraksi dengan ma¬¬sya¬ra¬kat merupakan tantangan be¬sar,” ujar dia. Harni mengatakan, bahwa kendala yang dihadapi bidan desa bisa berasal da¬ri tiga hal. Kendala pertama adalah ber¬¬asal dari bidan itu sendiri, seperti ku¬rang peka atau kurang adaptasi. Yang lain adalah dari masyarakat seperti partisipasi masyarakat yang ku¬rang, sosial bu¬da¬ya masyarakat, dan pe¬ne¬rimaan ma¬sya¬rakat terhadap bidan. Ken¬dala ketiga adalah dari pemerintah yang kurang mem¬perhatikan keadaan bi¬dan di desa, misalnya tempat tinggal, atau kebutuhan hidupnya. “Hal ini harus sama-sa¬ma dipi¬kir¬kan dari tiga dimensi tersebut,” ujar is¬tri Prof. Koesno Sas¬tro¬mihardjo ini.

BEKAL YANG CUKUP
Maka, menurut Harni, sebelum terjun ke desa siaga, bidan harus dibekali de¬ngan berbagai hal, yaitu kemampuan un¬tuk memberikan pelayanan klinik kebi¬dan¬an, seperti antenatal care, intranatal care, pertolongan bayi baru lahir, pera¬wat¬an pasien nifas, dan pelayanan KB. Ke¬mampuan khusus yang harus dimiliki bidan adalah identifikasi dan peta kasus wilayah, analisis sosial, serta diagnosa masalah tersebut. Bidan juga harus da¬pat memahami sosial budaya ma¬sya¬ra¬kat, menjalani program, dan melakukan adaptasi dengan masyarakat. “Yang sa¬ngat penting adalah bidan harus bisa ber¬adaptasi dengan masyarakat dan tinggal dengan masyarakat. Jadi, bidan desa bu¬kan tinggal di kota. Sebagai motor penggerak desa siaga, bidan harus bersama dengan masyarakat,” ujar wanita kelahir¬an Magetan ini.
Yang tak kalah penting, terkait dengan proses persalinan, bidan harus dapat meng¬upayakan donor darah, jika ada perdarahan saat persalinan. Bidan juga ha¬rus dapat mengupayakan tersedianya ken¬daraan jika nantinya ada rujukan. “Di-upayakan untuk dapat melakukan koordinasi pengadaan kendaraan, misalnya de¬ngan mendata anggota masyarakat yang memiliki alat transportasi,” ujar ibu 4 anak ini.
Pendidikan di akademi kebidanan, bo¬leh dikatakan adalah untuk pencapaian akademik yang belum sampai pada kompetensi program. “Untuk menjadi bidan di desa siaga, diperlukan tambahan pelatih¬an tersendiri,” ujar Harni. Saat ini sudah tersedia modul di pusdiklat depkes. “Jika dilihat kurikulumnya, sudah standar ideal, jadi bidan bisa ditempatkan di tempat yang sudah memiliki UKBM (Upaya Ke¬sehatan Berbasis Masyarakat) atau yang bakal merintis UKBM.”
Harni optimis kebutuhan bidan yang di¬perlukan dalam rangka program desa siaga akan dapat terpenuhi. “Tenaga ke-bidanan bisa dipenuhi dari institusi pendidikan yang cukup banyak, sekitar 412 D3 kebidanan,” katanya. “Program dari Depkes juga begitu kuat, jadi kolabora¬si¬nya melibatkan multi sektor, jadi baik di¬nas kesehatan atau pengurus IBI juga terlibat untuk pemenuhan kebutuhan desa.”
Kebutuhan bidan juga bisa dipenuhi dari bibit daerah. Di Cianjur, sebanyak 39 lulusan SLTA disekolahkan pendidikan bi-dan di Bandung, untuk lalu kembali ke de¬sa dan mengelola kesehatan di daerah asal¬nya.

PENGERTIAN KARYA TULIS ILMIAH
 Tulisan ilmiah: tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya. (Eko Susilo, M. 1995:11)
 Karya tulis ilmiah: karya ilmiah yang bentuk, isi, dan bahasanya menggunakan kaidah-kaidah keilmuan, atau Karya tulis ilmiah: karya ilmiah yang dibuat berdasarkan pada kegiatan-kegiatan ilmiah (penelitian lapangan, percobaan laboratorium, telaah buku/ library research, dll.)
 Tulisan disebut sebagai karya tulis ilmiah apabila:
1. Disertakan fakta dan data yang bukan merupakan khayalan ataupun pendapat pribadi.
2. Disajikan dengan bentuk ilmiah, obyektif atau apa adanya.
 Menggunakan bahasa baku (ilmiah), lugas, dan jelas, serta mungkin dari makna yang sifatnya konotasi/ ambigu.
(Syarifah, Ety. 2004:--)
 Karya Ilmiah terbagi atas karangan ilmiah dan laporan ilmiah.

Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya. Suatu karangan dari hasil penelitian, pengamatan, ataupun peninjauan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1. penulisannya berdasarkan hasil penelitian;
2. pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta;
3. karangan itu mengandung masalah yang sedang dicarikan pemecahannya;
4. baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metode tertentu;
5. bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur, dan cermat;
6. bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir.
Melihat persyaratan di atas, seorang penulis karangan ilmiah hendaklah memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang :
1. masalah yang diteliti,
2. metode penelitian,
3. teknik penulisan karangan ilmiah,
4. penguasaan bahasa yang baik.

Laporan Ilmiah
Laporan ialah suatu wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan, atau gagasan dari seseorang kepada orang lain. Laporan ini dapat berbentuk lisan dan dapat berbentuk tulisan. Laporan yang disampaikan secara tertulis merupakan suatu karangan.. Jika laporan ini berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh dari hasil penelitian, pengamatan ataupun peninjauan, maka laporan ini termasuk jenis karangan ilmiah. Dengan kata lain, laporan ilmiah ialah sejenis karangan ilmiah yang mengupas masalah ilmu pengetahuan dan telnologi yang sengaja disusun untuk disampaikan kepada orang-orang tertentu dan dalam kesempatan tertentu.
 Karangan/ laporan ilmiah dapat dibedakan berdasarkan tujuan penulisannya.
1. Kertas Kerja
Kertas kerja ditulis untuk disampaikan kepada kelompok tertentu dalam suatu pertemuan ilmiah, misalnya dalam seminar, simposium, lokakarya, konerensi atau kongres. Di samping itu kertas kerja dapat juga ditulis untuk melengkapi tugas-tugas pada mata kuliah tertentu.
2. Artikel
Artikel ditulis untuk pembaca tertentu, umpamanya untuk dimuat dalam majalah ilmiah. Jika artikel ini ditujukan untuk orang awam, biasanya penyajiannya secara populer dan dimuat pada surat kabar atau dalam majalah umum.
3. Skripsi, Tesis, dan Desertasi
Ketiga jenis karangan ilmiah ini ditulis untuk memperoleh pengakuan tingkat kesarjanaan dalam suatu perguruan tinggi. Skripsi ditulis untuk memperoleh gelar Sarjana, tesis untuk memperoleh gelar Master (S2), dan disertasi untuk memperoleh gelar Doktor. Istilah skripsi sering disebut dengan istilah lain yaitu tugas akhir untuk
persyaratan memperoleh gelar Sarjana.
4. Laporan
Dalam dunia perusahaan dan instansi pemerintah, kegiatan menulis laporan memegang peranan penting karena tindakan selanjutnya diambil berdasarkan laporan yang diterima. Laporan itu ada yang ditulis dalam jangka waktu tertentu yang disebut laporan periodek, dan ada juga yang ditulis berdasarkan kebutuhan dan permintaan.
Laporan ilmiah biasanya ditulis oleh staf ahli.
PENULISAN KARYA ILMIAH
Penulisan karya ilmiah menggunakan bahasa ragam resmi, sederhana, dan lugas, serta selalu dipakai untuk mengacu hal yang dibicarakan secara objektif. Bahan dalam karangan disebut ilmiah apabila lafal, kosa kata, peristilahan, tata kalimat, dan ejaan mengikuti bahasa yang telah ditetapkan sebagai pola atau acuan bagi komunikasi, resmi, baik tertulis maupun lisan. Kesulitan utama dalam pembakuan bahasa Indonesia ialah dalam bidang ejaan dan peristilahan.
Contoh karya tulis ilmiah:
 Hasil Penelitian Dr. Ir. Sulistijono, DEA. (NIP : 131651434), sosen Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Surabaya.
 Karakteristik Delaminasi Pada Komposit Laminat GFRP Woven Roving dengan Pembebanan Fatik Mode I
 Karakterisasi Paduan Ingat Bentuk (Shape Memory) Ti-Ni
 Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Kromat (CRO3) dan Densitas Arus Terhadap Kualitas lapisan Hasil Proses Black Chrome Plating
 Pengaruh Densitas Arus dan Konsentrasi Asam Sulfat Terhadap Ketebalan dan Kualitas Pewarnaan Lapisan Oksida pada Anodizing Al
 Analisis Kegagalan Pada Baut Pengikat di Lingkungan Air Laut
 Studi Parameter Proses pada Cu-Ni-Cr-Al-Y Plating dengan Metode Elektrokimia (Kajian Teoritik dan Pembuatan Prototipe)

KATA
Kata dengan sendirinya mempunyai arti:
 Sebuah bunyi dan perpaduan bunyi yang keluar dari mulut seseorang (ucapan). Misalnya: "sepatah kata"
 Sebuah paduan/serangkaian huruf yang membentuk sebuah makna dalam suatu bahasa tertentu.
Bila dipadukan, sering terdengar ungkapan-ungkapan seperti: Kata mutiara, kata pengantar, kata sandi, kata kunci, tutur kata, kata kerja, kata benda, kata sifat, kata hubung, dan lain sebagainya.
FRASE
Frase atau frasa, dari bahasa Latin, phrase adalah sebuah istilah linguistik, bisa berarti:
1. kalimat
2. kata majemuk yang bisa dianggap satu kata. Misalkan rumah putih
Beberapa jenis frasa:
1. adverbial
2. adjectival
3. apositif
4. ekosentris
5. endosentris
6. nominal
7. parataktis
8. preposisional
9. verbal
KLAUSA
Klausa adalah sekelompok kata yang terdiri atas subyek (seringkali hanya satu kata benda saja) dan predikat (kadang-kadang hanya satu kata kerja saja).
Contoh: Anjing berlari
Subject : Anjing
Predikat : berlari
KALIMAT
Kalimat, dari bahasa Arab, adalah satuan lingusitik yang terkecil yang bisa berdiri sendiri. Dalam bahasa Latin disebut sintaks atau sintaksis. Dalam linguistik, kalimat adalah satuan dari bahasa. atau arus ujaran yang berisikan kata atau kumpulan kata yang memiliki pesan atau tujuan dan diakhiri dengan intonasi final.

WACANA
Wacana : (Sans)
1. ucapan, tutur;
2. kesatuan tutur;
3. kesatuan bahasa yang lengkap.
PARAGRAF
Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.
Macam-macam paragraf:
 Paragraf induktif: Paragraf yang dimulai dengan menyebutkan peristiwa-peristiwa yang khusus, untuk menuju kepada kesimpulan umum, yang mencakup semua peristiwa khusus di atas.
 Generalisas: Penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan berdasarkan data yang sesuai dengan fakta. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan harus cukup dan dapat mewakili
 Analogi: Penalaran induktif dengan membandingkan dua hal yang banyak persamaannya. Berdasarkan persamaan kedua hal tersebut, Anda dapat menarik kesimpulan.
 Paragraf hubungan sebab akibat: Paragraf yang dimulai dengan mengemukakan fakta khusus yang menjadi sebab, dan sampai pada simpulan yang menjadi akibat.
 Paragraf hubungan akibat sebab: Paragraf yang dimulai dengan fakta khusus yang menjadi akibat, kemudian fakta itu dianalisis untuk diambil kesimpulan.
 Dalam paragraf hubungan sebab akibat 1 akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikian seterusnya hingga timbul beberapa akibat.
FONEM
Fonem sebuah istilah linguistik dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna. Fonem berbentuk bunyi. Misalkan dalam bahasa Indonesia bunyi [k] dan [g] merupakan dua fonem yang berbeda, misalkan dalam kata "cagar" dan "cakar". Tetapi dalam bahasa Arab hal ini tidaklah begitu. Dalam bahasa Arab hanya ada fonem /k/.
MORFEM
Morfem adalah satuan bentuk terkecil dalam sebuah bahasa yang masih memiliki arti dan tidak bisa dibagi menjadi satuan yang lebih kecil lagi. Sebaliknya dalam bahasa Indonesia bunyi [f], [v] dan [p] pada dasarnya bukanlah tiga fonem yang berbeda. Kata provinsi apabila dilafazkan sebagai [propinsi], [profinsi] atau [provinsi] tetap sama saja.

SIMPULAN
 Akhirnya, setelah sejenak membaca dan memahami beberapa pengertian beberapa istilah di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
 Karya tulis ilmiah merupakan tulisan yang menyajikan fakta atas suatu hasil penelitian, percobaan, kajian suatu ilmu, dan lain-lain yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan ditulis salam bahasa ilmiah yang baik (baku, lugas, dan jelas) dengan metode tertentu serta bersifat obyektif.
 Kata merupakan perpaduan bunyi ataupun huruf yang membentuk suatu arti.
 Frase adalah dua kata atau lebih yang mengandung satu makan.
 Klausa adalah sekelompok kata yang tersusun dari unsur subyek dan predikat, dan kalau perlu ditambah obyek dan keterangan.
 Kalimat adalah kumpulan kata yang berisi suatu informasi.
 Wacana adalah kesatuan bahasa yang terdiri dari beberapa kalimat.
 Paragraf adalah kumpulan kalimat yang berisi suatu pesan dan mengandung satu ide pokok dengan cara penulisan tertentu, yaitu umumnya menjorok ke depan pada kalimat pertama.
 Fonem adalah satuan terkecil suatu bahasa yang berbentuk bunyi dan dapat menunjukkan perbedaan makna.
 Morfem adalah satuan terkecil suatu bahasa, namun pada beberapa kata perbedaannya tidak mengubah arti.
Program penempatan Bidan Di desa (BDD) yang belum merata di daerah Sulawesi Tengah merupakan masalah utama bagi daerah itu sendiri, baik dari segi jumlahnya maupun dari segi sarana fisiknya. Di satu sisi masih ada beberapa desa yang mempunyai masalah kesehatan yang tingkat kematian ibu hamil, bayi dan balitanya masih tinggi, di sisi lain program penempatan BDD yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kematian ibu hamil, bayi dan balita belum menunjukkan hasil yang optimal, karena masih banyak persalinan yang terjadi di beberapa daerah dilakukan oleh dukun bayi, berarti Dukun Bayi masih dibutuhkan oleh masyarakat setempat, dan masih mengandalkan kepiawian Dukun Bayi dalam menolong persalinan, sekalipun secara medis berisiko tinggi terhadap kematian ibu hamil, bayi dan balitanya. .
Upaya meminimalisasi dan menurunkan tingkat kematian ibu hamil, bayi dan balita, maka semua persalinan yang ditangani oleh dukun bayi, harus beralih ditangani oleh BDD, kecuali hal-hal yang berhubungan dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat, dengan menjalin hubungan kemitraan antara keduanya.
Hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa kemitraan BDD dengan Dukun bayi sudah menampakkan tanda-tanda yang menggembirakan, masih berjalan lancar, saling mendukung tanpa menimbulkan image persaingan, pasaran kerja, dan mengurangi status dukun bayi sebagai tokoh masyarakat. Tetapi kemitraan yang sementara berjalan sekarang ini masih dalam batas pemaknaan transfer knowledge, masih dalam bentuk pembinaan cara-cara persalinan yang higiens BDD kepada Dukun Bayi, berarti belum ada dalam bentuk kesepekatan uraian tugas dan fungsi masing-masing, juga belum mengarah pada alih peran pertolongan persalinan secara optimal. Namun dikhawatirkan di masa mendatang, pembinaan yang dilakukan oleh BDD justru memberikan peran baru Dukun Bayi, menambah prestasenya, dan menaikkan status mereka, bahkan semakin menambah kepercayaan mereka menjalankan profesinya secara sendiri-sendiri. Bagaimana upaya yang dilakukan keduanya dalam menurunkan angka kematian ibu hamil, bayi dan balitanya, Apakah kemitraan BDD dengan dukun bayi tidak terjadi tumpang tindih ataukah justru memperkuat kembali kerjasama antara keduanya dalam menangani persalinan sesuai tugas dan fungsi masing-masing, agaknya harus menjadi kajian dalam penelitian ini.
Fungsi Ibu memang Sulit Diganti
''Fungsi ibu sulit diganti, fungsi istri bisa diganti.'' Demikianlah istilah yang diberikan kepada seorang ibu dan istri. Peran istri dapat digantikan oleh banyak wanita, tetapi peran ibu sangat sulit digantikan bahkan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anaknya terutama anak yang baru dilahirkannya. Menyongsong Hari Ibu 22 Desember mendatang, hal ini agaknya tepat direnungkan.
Fungsi ibu memang sulit tergantikan. Hal ini ditulis Resty K sebagaimana dimuat di situs www.promosikesehatan.com. Dari hasil penelitian, demikian tulis Resty, diperoleh bahwa jika seorang bayi berumur kurang dari 3 bulan ditinggal mati ibunya, maka kemungkinan kelangsungan hidup sang bayi hanya sekitar 30%. Itu artinya, jika seorang ibu meninggal saat bayinya berusia kurang dari 3 bulan, maka risiko kematiannya sebesar 70%.
Peran ibu sangat besar artinya. Di tangan ibulah lahir putra-putri bangsa, dikatakan bahwa "membangun ibu adalah membangun bangsa, tetapi membangun bapak adalah membangun dirinya sendiri". Karenanya, kesehatan dan keselamatan ibu haruslah menjadi prioritas utama.
Kenyataannya pada tahun 2001 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia sebesar 334 per 100.000 kelahiran hidup. Hal itu dapat digambarkan dengan sebuah pesawat terbang Jumbo Jet yang seluruh penumpangnya ibu-ibu hamil dan jatuh tiap minggu sekali. Bayangkan, andaikan hal itu dapat dicegah. Angka kematian ibu di Indonesia walaupun mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, namun itu masih jauh dari angka yang diharapkan. AKI yang diharapkan pada 2010 adalah sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Sebenarnya, apa penyebab kematian ibu? Menurut data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu karena adanya komplikasi dan 28% di antaranya terjadi pendarahan pada masa kehamilan dan persalinan.
Kesehatan & Kematian
Ada beberapa sebab yang tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu sbb.:
• Pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah. Masih banyaknya ibu yang beranggapan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan sesuatu yang alami yang berarti tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan, serta tanpa mereka sadari bahwa ibu hamil termasuk kelompok risiko tinggi. Ibu hamil memiliki risiko 50% dapat melahirkan dengan selamat dan 50% dapat mengakibatkan kematian.
• Sosial ekonomi dan sosial budaya Indonesia yang mengutamakan bapak dibandingkan ibu, sebagai contoh dalam hal makanan, sang bapak didahulukan untuk mendapat makanan yang bergizi sedangkan bagian yang tertinggal diberikan kepada ibu, sehingga angka anemia pada ibu hamil cukup tinggi mencapai 40 %.
• Dalam melahirkan, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak.
• Terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hal itu, bagaimana kebijakan dan strategi dalam menurunkan angka kematian ibu di Indonesia? Ada pendekatan yang dikembangkan untuk menurunkan AKI yang disebut Making Pregnancy Safer (MPS). Tiga pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan adalah (1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, (2) Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai), dan (3) setiap wanita usia subur punya akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Strategi Pemerintah
Kebijakan pemerintah dalam menurunkan AKI adalah mendekatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas kepada masyarakat. Mengapa bayi baru lahir termasuk dalam kebijakan dalam menurunkan AKI? Karena, ternyata bayi baru lahir sangat berhubungan erat dengan kesehatan ibu.
Sedangkan strategi dalam menurunkan AKI adalah peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang cost efektif dan didukung oleh kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait, mitra lain, pemerintah dan swasta, pemberdayaan perempuan dan keluarga, serta pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan dalam menurunkan AKI yaitu sbb.;
1. Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, melalui:
a. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa penyediaan tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada Polindes/Pustu dan Puskesmas, kemitraan bidan dan dukun bayi, serta berbagai pelatihan bagi petugas.
b. Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar, antara lain bidan desa di Polindes/Pustu, Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah Sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
c. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIA untuk mencegah terjadinya "4 terlalu", pelayanan KB berkualitas pascapersalinan dan pascakeguguran, pelayanan asuhan pascakeguguran, dan meningkatkan partisipasi aktif pria.
d. Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI, POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.
e. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat, antara lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan terlambat, serta menyediakan buku KIA. Kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor darah), jaga selama hamil, cegah "4 terlalu", penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi, partisipasi dalam jaga mutu pelayanan.
2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui peningkatan kemampuan pengelola program agar mampu melaksanakan, merencanakan dan mengevaluasi kegiatan (P1, P2, P3) sesuai kondisi daerah.
3. Sosialisasi dan advokasi, melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar lebih berpihak kepada kepentingan ibu dan anak.
Melalui berbagai upaya antara lain peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan kemampuan petugas serta melalui dukungan dan kemitraan berbagai pihak akan sangat menentukan upaya penurunan AKI terutama dengan memperhatikan tiga pesan kunci MPS.

I. TUJUAN PENELITIAN
A. Konteks Penelitian
Penelitian ini dilakukan utnuk mengetahui sejauhmana kerusakan dan dekadensi moral yang sudah terjadi di tengah-tengah generasi muda kita, khususnya pada jenjang usia (data interval) antara 17 tahun - 23 tahun atau sering diistilahkan sebagai usia rata-rata mahasiswa kita dalam menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi. Mengapa ini sangat perlu dilakukan? Kami memiliki beberapa alasan: Penetrasi pornografi yang meningkat pesat melalui jaringan penyewaan VCD porno (model semi-triple), buku dan majalah porno lokal maupun impor dan masih banyak lagi. Maraknya aksi seks di kost-kostan yang hampir merata di seluruh wilayah pemukiman mahasiswa yang ada di Jogjakarta. Meningkatnya tingkat aborsi, khususnya di region Jawa Tengah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini yang dilakukan oleh kelompok usia sasaran penelitian. Meningkatnya kegiatan prostitusi yang dilakukan oleh mahasiswi-mahasiswi, dalam berbagai tingkatan status dari penjaja seks sosial, penjaja seks suka sama suka hingga yang murni komersial.
Meningkatnya tingkat peredaran narkoba sebagai fasilitas pendukung untuk dapat menikmati seks lebih maksimal. Meningkatnya kegiatan kumpul kebo, terlembaga atau pun tidak. Atas dasar alasan-alasan inilah kami terpanggil untuk melakukan penelitian ini, agar dapat ditemukan berbagai treatment, formulasi serta langkah-langkah antisipatif untuk merespon perubahan yang sangat cepat ini.
B. Fokus Penelitian
Adapun kami memfokuskan penelitian ini kepada komunitas mahasiswi yang tersebar di seluruh institusi perguruan tinggi di Jogjakarta. Pemilihan kelompok sasaran perjenis kelamin ini adalah karena pada umumnya secara psikologis mereka dapat lebih jujur dalam memberikan data yang kami butuhkan. Selain itu kegiatan seks penuh (intercourse sex) harus dilakukan berpartner sehingga dari sana secara langsung dapat diketahui seberapa banyak pelaku kegiatan seks di luar nikah itu dari kelompok sasaran lawan jenisnya yang bisa jadi dalam deret hitung atau bahkan deret kali. Sedangkan untuk wilayah, kami memilih Jogjakarta karena secara geografis sebaran lokasi perguruan tinggi tidak terlalu menyulitkan untuk dapat dicapai dalam waktu cepat selain kendala finansial yang memang dialami oleh banyak peneliti, khususnya para peneliti sosial.

II. STUDI PENDAHULUAN
Untuk mendukung akurasi dan tingkat keilmiahan penelitian kami ini, kami membuat kerangka kerja dalam penelitian kami ini yang meliputi: Metode yang digunakan Jenis metode yang digunakan adalah Metode Penelitian Deskriptif Survei, meliputi : Pendekatan menurut teknik sampling. Pendekatan menurut timbulnya variable. Pendekatan menurut pola-pola atau sifat non-eksperimen. Pendekatan menurut model pengembangan atau model pertumbuhan. Sumber data Kami membuat beberapa kuisioner tertutup dan lebih spesifik melalui wawancara, sehingga sumber data kami dapat disebut sebagai: responden (orang yang menjawab pertanyaan peneliti, lisan atau pun tulisan) Teknik analisis data Untuk menghindari terjadinya garbage in garbage out (data yang kita olah tidak jelas, akan menghasilkan sesuatu yagn tidak jelas) maka kami menggunakan teknik analisis yang digunakan oleh Denzin dan Lincoln, 1994:429 yang meliputi: koleksi data; display data; reduksi data dan kesimpulan penggambaran/vertifikasi. Jadwal dan waktu pelaksanaan Penelitian, analisis dan evaluasi akhir kami lakukan mulai dari tanggal 16 Juli 1999 hingga tanggal 16 Juli 2002 atau sekitar 3 (tiga) tahun. Mengapa terlalu lama, karena kami menetapkan standar yang tinggi untuk setiap data yang kami kumpulkan serta jumlah responden yang cukup mewakili. Selain itu, untuk setiap responden dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk dapat mengeluarkan statement jujur.

III. RUMUSAN MASALAH
A. Deskripsi Informasi
Pada paruh tahun 1999, kami membaca di salah satu surat kabar bahwa hampir 50% mahasiswa di Yogyakarta pernah melakukan kegiatan sexintercourse. Statemen ini tentunya ibarat gunung es karena ternyata kalau kita lihat terus ke belakang, ternyata angka peningkatannya bukan lagi deret hitung tapi deret kali. Dan data-data ini signifikan. Lebih jauh karena fungsi Yogyakarta sendiri sebagai kota pendidikan sehingga ketika muncul temuan seperti ini maka banyak sekali hal-hal yang harus kita kaji ulang. Sebagai contoh dengan kegiatan visit-tourism, di satu sisi itu adalah devisa namun pernahkah kita memperhitungkan penetrasi budaya yang ditularkan dari wisatawan manca tadi kepada penduduk lokal yang ternyata jika kita mau mengkajinya lebih jernih bahwa kerugian kita akibat erosi moral ini ke depannya akan jauh lebih mahal ketimbang jumlah orientasi materi yang dapat kita raih. Dan semuanya adalah ongkos sosial yang sangat mahal untuk ditebus oleh anak cucu kita.
B. Deskripsi Penemuan
Terlalu banyak temuan yang sangat memilukan, yang kami temukan selama kegiatan penelitian ini berlangsung. Secara keseluruhan kami melibatkan 2.000 responden yang berasal dari 16 institusi perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Yogyakarta. Dari angka tersebut, kami berhasil mendapatkan responden yang bersedia untuk menjadi pemasok data sejumlah 1.660 orang responden atau sekitar 83% dari target awal.
Kemudian kami menetapkan angka 1.660 responden inilah sebagai keseluruhan data yang akan dianalisis. Berbagai temuan yang terkadang terlihat lucu tapi terasa sangat pedih itu, dan setidaknya perlu kami masukkan dalam tulisan report ini sebagai bahan perenungan kita bersama diantaranya : Hampir semua responden pernah melakukan kegiatan seks, baik itu yang sifatnya self service maupun berpartner. Kegiatan aborsi berbahaya dan berisiko tinggi yang dilakukan hampir oleh seluruh mereka yang mendapat kehamilah di luar nikah. Salah satu contoh dengan menelan obat flu dan ragi dalam jumlah besar. Tidak ditemukan tindakan pemaksaan dalam kegiatan seks tadi, atau semuanya dilakukan atas dasar suka sama suka. Rata-rata sudah pernah melakukan tindakan seks hingga tingkat petting, oral seks dan anal seks. 25% dari total responden (415) bahkan sudah melakukannya dengan lebih dari satu partner.
C. Analisis Data
Total Responden: 1660 orang
Data nominal (discrete)
Teknis : Cluster Random
Analisis : Hanya ditemukan 3 orang saja responden yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks, termasuk juga kegiatan seks self service (masturbasi). Jadi hanya terdapat angka 0,18% responden yang sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks tadi. Ke-3 responden tadi juga mengaku sama sekali belum pernah mengakses tontonan maupun bacaan erotis. Hanya ditemukan 46 orang yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner di bawah level petting sex. Jadi sekitar 2,77% saja. Total dengan responden sebelumnya, jumlah responden yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner : 2,77% + 0,18% = 2,95% saja. Jadi 97,05% mahasiswi di Yogyakarta pernah melakukan kegiatan sexintercourse pranikah atau 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah kehilangan kegadisannya dalam proses studinya. 100% dari 97,05% data responden itu mengakui kehilangan keperawanannya (virginitas) dalam periodisasi waktu kuliahnya. 73% menggunakan metode coitus interrupt sedangkan selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas. 63% responden melakukan kegiatan seks di kos-kosan partner seks prianya. 14% responden mengaku melakukan kegiatan seks di kos-kosan atau kontrakan yang disewanya. 21% mengaku melakukan kegiatan seks di hotel kelas melati. 2% responden melakukan kegiatan seks di tempat-tempat wisata yang terbuka. Dari 1660 responden, 23 orang diantaranya mengaku telah melakukan kegiatan kumpul kebo atau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan selama lebih dari 2 tahun (1,386%). 5 orang (0,3%) diantaranya mengaku mendapatkan izin dari orangtua si responden. 2 orang diantaranya (0,12%) bahkan tinggal seatap dengan orangtua dari salah satu pihak, dan kegiatan seksnya diketahui oleh orangtua tanpa treatment pernikahan. 1.417 responden (85,36%) mengakui tidak punya aktivitas lain selain kuliah. 98 responden (5,90%) mengaku pernah melakukan aborsi. 23 responden (1,38%) dari 98 responden itu mengaku pernah
melakukan aborsi lebih dari satu kali. 2 responden (0,72%) dari 98 responden itu mengaku pernah elakukan aborsi lebih dari dua kali.
D. Hipotesis
99,82% mahasiswi di Yogyakarta sudah mengenal seks dan pernah melakukan kegiatan yang mengarah ke sana.
97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah kehilangan virginitas melalui kegiatan intercourse-seks.
Hipotesis:
Dengan kemajuan teknologi informasi yang luar biasa dan tatanan dunia global, seks telah menjadi kebutuhan pokok ada usia yang sangat dini. Keterangan : Usia dini di sini bukanlah kematangan organ seks, tapi kematangan psikis ntuk menghadapi risiko dan konsekuensi akibat kegiatan seks tadi. Sistem pendidikan kita telah gagal mencerdaskan moral anak bangsa.

IV. KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan:
97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah tidak perawan. Virginitas/ keperawanan bukanlah sesuatu yang sangat penting agi pada saat ini. Paradigma budaya kita sudah bergeser jauh. Rambu-rambu agama sudah ditinggalkan. Bangsa ita sedang mengalami proses erosi moral yang luar biasa menakutkan. Dengan kualitas generasi muda ang bobrok eperti ni, dapat dibayangkan betapa mengerikannya masa depan kita 20 tahun ke depan.
Saran dan Rekomendasi:
Harus esegera mungkin dibuat Perda tentang pengelolaan pemukiman komersial. Standar paradigmatik usia menikah harus ulai iturunkan untuk mengantisipasi kegiatan seks di luar nikah. Peraturan yang melarang seorang pelajar menikah harus irevisi. Peraturan, persyaratan dan biaya pernikahan yang ditetapkan oleh pemerintah harus diturunkan. Departemen gama harus mengkaji untuk menginstitusikan lembaga nikah siri.

Oleh : Erlina

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Futur, Gerah, Jenuh, Maen Game Dulu....

 

detikdotcom

Free Download

Photobucket

Penurun Berat Badan

Slimming.com
Natures Drugstore
PureAcaiBerry

Daftar Ziddu di Sini:

Internet Sehat

Web Hosting

Cari Orang

Search di Yahoo dapat Uang, daftar di sini:

Buruan Daftar

Mau Online dibayar dollar...? daftar di sini..

Free money making opportunity. Join Cashfiesta.com and earn cash.
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by miscah.blogspot.com